Normalisasi
Lahan Persawahan
Berspekulasi Dengan Janji Setia
Pemerintah
Visi negeri mencapai swasembada
pangan membuat pemerintah melakukan berbagai terobosan seperti diantaranya
menormalisasi jalur irigasi, membangun bendungan air, dan memperluas daerah
persawahan. Tidak mengherankan jika setiap kunjungan pemerintah senantiasa dilengkapi
dengan acara panen raya dan peresmian
waduk dan bendungan. Kita semua berdoa dan mendukung supaya tujuan swasembada pangan
ini benar-benar tercapai.
Di sisi lain, saat ini mayoritas
petani di Bengkulu Utara menanam tanaman perkebunan. Mereka enggan menanam padi
yang dianggap tidak menguntungkan dan pengalaman memberi kenyataan bahwa mereka senantiasa mengalami kerugian. Pemerintahan
tidak menjamin ketersediaan pupuk dan ini mengganggu pertumbuhan tanaman. Tidak
jarang petani merugi dan terpaksa mengalihkan tanaman palawijanya (termasuk
padi) kepada tanaman keras (kelapa sawit). Saat mereka menanam kelapa sawit dan
karet di lahan persawahan yang seharusnya ditanami palawija dan padi, kondisi
ekonomi keluarga mereka membaik.
Seiring bertumbuhnya
perkebunan tanaman keras dengan model monokultur, para aktivis lingkungan
menunjukkan data kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat pengembangan
perkebunan kelapa sawit. Yang paling nyata adalah hilangnya keanekaragaman
hayati yang memicu menurunnya kualitas lahan dan munculnya hama serta penyakit
tanaman. Permasalahan sosial pasti juga mengikuti seperti perijinan lahan
peruntukan, pembebasan tanah dan ganti rugi dan yang lainnya. Dampak-dampak
seperti ini menjadi kajian untuk membuat kebijakan dan usaha selanjutnya,
khususnya rencana normalisasi lahan.
Pertengahan April 2017, keresahan
mulai dirasakan di lingkungan petani tanaman keras di Bengkulu Utara. Dari
beberapa sumber informasi yang diperoleh seperti dari seorang warga yang sedang
mengerjakan proyek Kementerian Pertanian dan dari seorang pekerja untuk proyek
normalisasi persawahan di Kabupaten Muko-Muko, diketahui bersama bahwa pemerintah
berencana membongkar lahan sawit di Kabupaten Muko-muko (kabupaten paling utara
di Provinsi Bengkulu) yang sudah beralih fungsi dari lahan persawahan ke
perkebunan. Data juga menunjukkan bahwa luas lahan untuk provinsi Bengkulu yang
dinormalisasi mencapai 1.850 hektar, 1.200 hektar di antaranya terletak di
Muko-muko.
Di tengah keresahan
tersebut pemerintah meyakinkan masyarakat dengan menjamin pengairan dan menjaga
kelancaran suplai pupuk untuk petani. Melalui perhitungan yang disosialisasikan
kepada warga, diperoleh pemahaman bahwa menanam padi sebenarnya lebih
menguntungkan daripada bertanam kelapa sawit dan karet. Untuk satu hektar padi
(dengan asumsi minim serangan hama dan ketersediaan pupuk dan air yang lancar) petani
dapat memperoleh penghasilan Rp 64.000.000,- pertahunnya. Sementara dengan bertanam
karet dan kelapa sawit, petani mendapat penghasilan antara Rp 28.000.000,-
hingga Rp 32.000.000,- saja. Atas perbandingan ini masyarakat menjadi tahu
bahwa keuntungan akan lebih besar didapatkan bila petani menanami lahannya
dengan palawija dan padi. Mengapa masyarakat mengalihkan tanamannya ke kelapa
sawit dan karet sekalipun hasilnya lebih sedikit daripada padi? Karet dan sawit
memberi mereka penghasilan yang pasti.
Selanjutnya, warga yang
antusias menanggapi normalisasi lahan, segera menanami lahannya dengan padi
sekalipun pohon kelapa sawit belum dibongkar dari lahan mereka. Waktu yang
berjalan kedepan akan membuktikan apakah pemerintah setia dengan janji menjamin
irigasi dan ketersediaan pupuk, ataukah petani akan menjadi obyek pasar, baik
itu pupuk, bibit dan pembasmi hama. Lebih dari itu rasa optimis perlu
ditumbuhkan untuk terus mengusahakan tanah, air dan udara di negeri ini. (YDA).
Komentar
Posting Komentar