_W O R K S H O P_
Pemuda dan 500 Tahun
Reformasi Gereja
GKSBS Kurotidur,
Bengkulu Utara
Reformasi
gereja adalah suatu peristiwa yang mengawali lahirnya gereja protestan di
seluruh dunia, tepatnya tanggal 31 Oktober 1517, ketika Dr. Martin Luther menempelkan 95 tesisnya yang menentang
praktik-praktik dan dogma gereja yang disalahgunakan dan membelenggu umat,
terutama praktik jual-beli surat indulgensia sebagai syarat pembebasan dari api
penyucian. Tahun 2017 ini menjadi tahun peringatan Reformasi Gereja yang
ke-500. Tidak banyak anak muda yang tahu sejarah gereja hingga muncul gereja
protestan yang terpisah dari gereja Roma Katholik, terutama yang
tidak belajar teologi. Workshop digelar dengan tujuan dua hal yakni
memperkenalkan teori terkait konflik dan penyelesaiannya, serta memberi
pemahaman kepada pemuda gereja tentang Reformasi Gereja.
Workshop digelar pada tanggal 7–8 Oktober 2017, bertempat di gedung GKSBS Kurotidur. Tempat ini dipilih karena terletak tidak jauh dari tempat
tinggal para pemuda sehingga cukup kondusif dengan tidak lupa memberi tahu RT 02 Dusun VII dan Kepala Dusun VII Desa
Margasakti. Peserta yang hadir tercatat
sebanyak 21 orang dengan beberapa teman mahasiswa
yang datang dari Kota Bengkulu. Mahasiswa-mahasiswa
ini aktif dalam organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Bengkulu.
Workshop digelar dua kali, yang pertama pada tanggal
30 September 2017 yakni dengan kegiatan nonton bareng film Martin Luther. Kegiatan ini dihadiri 14 pemuda gereja yang sebagian dari mereka mengaku tidak memahami apa
maksud film ini. Yohanes Dian Alpasa selaku pemandu menyampaikan secara
sederhana maksud dari film tersebut.
Kegiatan kedua adalah wokshop yang bertajuk “Pemuda dan 500 Tahun Reformasi Gereja”. Empat sesi yang disampaikan meliputi: 1) perkenalan Program Multiplikasi Lembaga Stube-HEMAT oleh Yohanes Dian Alpasa, 2) konteks Pemuda GKSBS Kurotidur oleh Majelis dan warga jemaat setempat (bapak Ananias Suwarno dan bapak Hari Pujianto), 3) Pengalaman gereja hadapi perubahan dan makna reformasi untuk kita oleh Pdt. DR. Tumpal MPL. Tobing., Mag. Theol, 4) Macam-macam konflik dan pendekatannya oleh ibu Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S, M.Pd.
Pergumulan
gereja saat ini dengan kesibukan dan keterbatasan waktu yang dimiliki anak
mudanya membuat gereja banyak kehilangan anak-anak mudanya, terutama gereja di
desa. Anak-anak muda pergi ke kota, untuk studi atau bekerja. Saat ini anak-anak
muda lebih sibuk dengan dirinya dan kurang bermasyarakat dan bergereja, hal itu
diakui oleh majelis gereja, Suwarno. “Dulu saat jaman muda kami sekitar tahun
1992-1999, kami selalu semangat untuk bersekutu meskipun jalan kaki untuk
menempuh jarak sekitar 7 kilometer-an. Kami tidak pernah lupa tanggal
kesepakatan untuk berkumpul kembali, meskipun belum ada handphone atau What’s App seperti saat ini,” tambahnya.
“Dulu yang punya motor hanya saya, sehingga motor saya dipakai untuk menjemput
bolak-balik sampai bannya pecah”, tambah Hari Pujianto mengenang saat masih
muda sambil tertawa.
Reformasi yang
dilakukan Martin Luther membawa perubahan tidak hanya dogma gereja tetapi juga
kemerdekaan untuk berpikir dan mengkritisi. “Gereja bukanlah kapal pesiar yang mengajak
para penumpang bersenang-senang, tetapi gereja ibaratnya kapal tempur dimana
para penumpangnya siap sedia bertempur melawan ketidakadilan, kemiskinan,
kerusakan moral, kebodohan, juga penindasan”, Pdt. Tumpal memberi ilustrasi
posisi gereja saat ini setelah 500 tahun Reformasi. Tentu saja perubahan sering
menimbulkan konflik sehingga penting untuk mempelajari macam-macam konflik dan
bagaimana pendekatannya. Para peserta pun bermain peran dalam konflik
sehari-hari yang mereka alami, dan memahami bagaimana menjadi mediator dan
pembawa damai dalam sesi terakhir. (YDA).
Komentar
Posting Komentar