Bersama dalam Perbedaan

Oleh Marta Yuli Kristianti Tambunan

Pengalaman bersama dalam kegiatan STUBE HEMAT memberikan pengertian yang mendalam bagi kami. Jujur awalnya ajakan untuk mengikuti kegiatan ini karena sahabat-sahabat saya mengikuti kegiatan STUBE HEMAT. Namun, pada akhirnya saya rasa tidak ada kata rugi setelah mengikutinya. Kegiatan ini membawa kami dalam diskusi kebersamaan terkait keberagaman beragama. Sejak SD hingga SMA, saya hidup dalam rasa mayoritas karena bersekolah di sekolah Katolik. Toleransi satu sama lain selalu dirasakan, apalagi mengenai keimanan, kami belajar religiusitas bukan hanya kekatholikan tetapi juga pandangan agama lain yang diakui di Indonesia. Maka, tak bisa dipungkiri bahwa secara garis besar kami diajar untuk saling mengerti satu sama lain tanpa memandang diri sendiri lebih baik dari yang lain.

Kegiatan ini membangun kembali kenangan rasa kebersamaan  yang sudah jarang saya rasakan dalam empat tahun perkuliahan saya. Diskusi bersama Hendra P. Luat Sihombing dari pemuda Katolik (OMK) menggambarkan bahwa saling menghargai antar umat beragama di lingkungan gereja Katolik selalu dirasakan, dilihat dari acara-acara besar yang dirayakan umat Katolik seperti Paskah maupun Natal akan hadir teman-teman BANSER dari pemuda Muslim yang ikut menjaga keberlangsungan ibadah, juga dari pihak kepolisian. Hendra P. Luat Sihombing adalah pembicara dalam sesi pertama diskusi Stube-HEMAT Bengkulu pada 22 Agustus 2020 di hotel Adeeva. Rasa toleransi di Bengkulu masih sangat dijunjung tinggi, walaupun tak bisa dipungkiri untuk kelancaran izin pembangunan rumah ibadah masih sulit dilakukan berdasarkan beberapa kasus yang terjadi di Bengkulu. Poin penting yang didapat selama kami berdiskusi bersama dengan teman-teman pemuda Katolik yakni bagaimana kita bisa mewarnai negeri kita, menjadi sahabat bagi siapa pun, dengan menghargai waktu-waktu penting dari saudara kita yang berbeda keyakinan dan menghormati  siapa pun yang ada disekeliling kita.

Kegiatan ini juga dilakukan dengan diskusi bersama Arnold Hok, perwakilan pemuda Buddhayana kota Bengkulu dengan rombongan STUBE HEMAT yang langsung berkunjung ke vihara Buddhayana. Hal utama yang diperoleh selama berdiskusi adalah bagaimana umat Buddha merefleksikan ibadah mereka untuk selalu mensyukuri hidup dengan menghargai mahluk hidup lain dan segala bentuk kehidupan. Hal itu terlihat jelas dengan tulisan yang terpampang di papan struktur organisasi umat Buddhayana kota Bengkulu, yakni “Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta” artinya “semoga seluruh mahluk hidup berbahagia”. Kami bersama-sama berkeliling gedung vihara yang berlantai 5 ini, dari lantai satu yang berisi patung-patung dewa atau tokoh agama Buddha sebagai bentuk penghormatan, lilin doa untuk mendoakan leluhur mereka yang sudah meninggal, dan persembahan sebagai wujud syukur atas hasil bumi yang mereka peroleh. Selanjutnya, lantai dua merupakan tempat ibadah besar, dengan 3 patung besar Buddha. Lantai tiga berisi kamar untuk para bikhu yang datang ke Bengkulu  menghadiri acara-acara penting umat Buddha. Lantai 4 dan 5 sebagai gudang dan rooftop dengan pemandangan langsung menghadap pantai dan benteng Malborough. Kebersamaan dalam perbedaan, sungguh kenangan yang tak terlupakan.

Marta Yuli Kristianti Tambunan, Peserta Pelatihan Multikultur dan Dialog Lintas Iman, Stube-HEMAT Bengkulu.

Komentar