Oleh: Yedija Manullang
Program
Multiplikasi Stube HEMAT di Bengkulu kembali menggelar diskusi bulanan, kali
ini dengan topik Jurnalisme Publik. Diskusi
ini memperkenalkan apa itu Jurnalisme Publik pada mahasiswa dan pemuda dalam
rangka membangun pemahaman publik atas permasalahan-permasalahan di lingkungan
sekitar serta mencari solusi kolektif untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut.
Sebanyak 15 orang peserta yang terdiri dari pemuda dan mahasiswa lintas daerah dan pulau yakni Sumatera Utara, Medan dan Yogyakarta berhimpun dalam wadah aplikasi Zoom yang digelar pada Kamis (17/12/2020), pukul 19.00 hingga 21.00 WIB.
Sahat Jason Gultom seorang jurnalis media Antara News didaulat menjadi fasilitator dalam kegiatan diskusi tersebut. Jason sapaan akrabnya mengatakan bahwa Jurnalisme Publik merupakan praktik jurnalistik atau pemberitaan tentang masalah yang menyangkut kepentingan umum di tengah masyarakat dan melibatkan warga.
“Jurnalisme
Publik adalah upaya untuk menjangkau publik yang dilakukan oleh wartawan
profesional yang bekerja di sebuah media. Wartawan tersebut akan lebih agresif
dalam proses pelaporannya untuk mendengarkan bagaimana warga negara membingkai
masalah mereka dan apa yang dilihat warga sebagai solusi untuk masalah itu dan
kemudian menggunakan informasi itu untuk memperkaya berita,” ujar Jason.
Lebih
lanjut Jason menerangkan bahwa Jurnalisme Publik memperjelas posisi wartawan
dan masyarakat, dimana wartawan melibatkan masyarakat dalam sebuah peristiwa
untuk memperkaya sebuah berita. Tidak hanya itu, keterlibatan ini bukti bahwa masyarakat secara langsung
ikut serta dalam pembuatan berita dan menjadi sumber informasi dalam berita
tersebut.
Tidak hanya itu, Jason memberikan contoh Jurnalisme Publik yang juga mengekspose masalah yang dihadapi oleh masyarakat (to cover) dan mencari solusi bersama. Hal ini berbeda dengan jurnalisme biasa yang dominan memberitakan sebuah peristiwa tanpa ikut mencari solusi.
“Jurnalisme Publik juga mencari solusi dari sebuah permasalahan yang diberitakan. Wartawan yang meliput sebuah persoalan ikut serta memberi ruang pada masyarakat untuk menampung solusi yang tepat. Sebagai contoh sebuah berita yang tentang banjir di Bengkulu, tidak luput juga pendapat masyarakat untuk menyelesaikan persoalan banjir ketika hujan deras,” jelas Jason.
Hal ini juga sejalan dengan visi jurnalisme publik sebagai media ruang publik yang menjadi wadah untuk mempersatukan semua warga masyarakat untuk saling berbicara, berdialog, membahas permasalahan publik dan mencari solusi terhadap masalah tersebut secara bersama-sama.
Selain itu, Jason yang juga Ketua Persatuan Wartawan Indonesia wilayah Tapanuli Tengah menerangkan terkait peran media yang kini tengah digelutinya yakni Media pers terhadap jurnalisme Publik.
“Laporan
dari media pers yang disiarkan kepada masyarakat luas jangan sampai hanya pada
tahap pemberitaan saja, namun bagaimana para pembaca mengalami kesadaran atas
persoalan yang tengah dihadapi, serta terdorong untuk terlibat dalam
menyelesaikan persoalan itu secara langsung,” pungkas Jason.
Meski
di tengah hujan baik di Yogyakarta, Sumatera Utara dan Bengkulu namun diskusi
semakin hangat ketika setiap peserta silih berganti mengajukan pertanyaan dan
pendapat tentang Jurnalisme Publik.
Diskusi diakhiri dengan sebuah pemahaman bahwa Jurnalisme publik memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk berdialog dan berdebat tentang segala hal yang mempengaruhi kehidupannya. Media memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mencari solusinya, dengan demikian, berita dalam konsep jurnalisme publik berasal dari bawah (bottom up).***
Komentar
Posting Komentar