Mengolah Sumber Pangan di Bengkulu Tengah

Oleh Nova Krisnanto          

Indonesia diakui sebagai negara yang subur, banyak tanaman yang tumbuh dan bisa diolah sebagai bahan makanan. Dalam kegiatan Stube (Minggu, 30/04/2023), kami pergi ke sebuah desa di Rena Kandis, kabupaten Bengkulu Tengah. Ada satu desa terakhir yang ditempati oleh warga transmigran, yakni daerah pedalaman asri dengan akses jalan masih ada yang rusak, yang bisa ditempuh sekitar 2 setengah jam dari pusat kota Bengkulu. Di sana kami bertemu dengan Anik Pananti yang membuat beberapa makanan dari hasil bumi di sekitar tempat tinggal mereka, seperti kerupuk, selai pisang, keripik pisang, keripik ubi, dodol pisang dan peyek kacang.

Kisah perjuangan Anik memulai usaha sangat mengispirasi. Sebagai sarjana biologi, ia berani banting stir dari seorang guru menjadi pebisnis karena melihat peluang bisnis yang cukup baik dengan mengelola bahan makanan hasil perkebunan. Bermula pada tahun 2010, produksi dijalankan karena melihat melimpahnya singkong dan pisang di daerah tempat tinggalnya yang belum dikelola secara maksimal. Sebagai warga pendatang dari Jawa, Anik dapat dikatakan jeli melihat peluang bisnis. Hasil olahannya dijual di warung-warung di daerah Bengkulu Tengah bahkan saat ini pesanan datang dari Bengkulu kota. 

Produk makanannya terpilih mengikuti pameran kuliner sebagai perwakilan Bengkulu Tengah, seperti pameran kuliner PKK di rumah dinas Bupati tahun 2022, pameran UMKM 2023 memperingati HUT kota Bengkulu di Balai Buntar, dan pameran kuliner lainnya. Produk-produk makanan yang dipamerkan cukup diminati para pengunjung.

Ketika kami bertanya mengapa memilih memproduksi makanan-makanan ini, Anik menjelaskan bahwa, makanan yang diproduksi berasal dari hasil bumi yang banyak ditemukan di Bengkulu Tengah, bahan pokoknya tidak sulit dan tidak mahal. Selanjutnya, selai pisang, peyek, keripik ubi, dan keripik pisang tidak mudah rusak dan cukup awet disimpan. Yang terakhir, peminat produk makanan ini cukup banyak di kalangan umum/masyarakat.

Saya pun mengajukan satu pertanyaan, ”Apabila tidak ada nasi, apakah makanan yang ibu kelola bisa menjadi pengganti nasi?” “Tentu saja bisa, sebab seperti yang kita ketahui ubi, singkong dan pisang dapat menjadi pilihan yang paling tepat untuk mengganti nasi. Lebih-lebih bahan makanan ini cukup banyak ditanam di Bengkulu Tengah, jadi tidak sulit untuk menemukannya,” jawabnya mantap. “Jika dilihat bahwa keripik dan peyek kurang  mengenyangkan, maka bahan tersebut dapat dibuat menjadi getuk, combro, misro atau bolu pisang. Jadi jawabannya sangat bisa,” tambahnya.

Kami yang datang mendapat kesempatan melihat tempat produksi di kediamannya. Tempatnya memang tidak terlalu luas, karena mereka merupakan warga transmigran, namun dari tempat prosuksi ini kami bisa menyaksikan proses pembuatan dan bahan-bahan yang dikelola.

Di akhir pertemuan Anik memberikan pesan dan motivasi bagi yang ikut dalam kegiatan ini, terutama mahasiswa, “Jangan malu berjualan makanan lokal atau hasil bumi meskipun sudah menjadi seorang sarjana. Apapun yang ada di sekitar kita, bisa menjadi bahan untuk berbisnis asalkan ada tekad. Jangan takut rugi atau gagal karena dalam bisnis, rugi itu pasti ada, namun itu seperti roda, ketika rugi tunggu waktunya nanti akan untung juga.  Kerugian dan kegagalan itulah sebenarnya sedang melatih kita berpikir dan menemukan solusi sehingga menemukan inovasi baru.” ***

Komentar